Tak mudah putus harapan yaitu satu diantara kunci berhasil dalam menggerakkan usaha. Ciri-ciri inilah yg kental tergambar pada kepribadian yang memiliki usaha rumah makan Ayam Lepaas, Suparno. Cuma dalam tiga th., dia dapat mempunyai kian lebih 80 gerai.
Namanya barangkali terdengar singkat serta simpel, Suparno. Tetapi dengan kesederhanaan tersebut, dia melafalkan usaha sampai meraih berhasil. Lelaki kelahiran Deli Serdang ini dapat membangun gurita usaha rumah makan Ayam Lepaas.
Rumah makan yg dirintis di Aceh ini saat ini berkembang cepat di Pulau Jawa, terutama di lokasi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, serta Bekasi (Jabodetabek). Dari th. 2009 sampai Maret 2013, Suparno telah mempunyai 81 gerai Ayam Lepaas.
Lelaki kelahiran 31 Desember 1976 ini juga mengembangkan usahanya ke Yogyakarta, Bali, sampai ke Malaysia. “Selain pulau besar di Indonesia, th. ini kami telah bersiap untuk buka Ayam Lepaas di Filipina, ” kata dia. Untuk th. ini saja, Suparno berambisi buka 40 gerai–50 gerai.
Suparno baru mengaplikasikan sistem kerja sama dalam bentuk penanaman modal, bukan hanya berbentuk kemitraan atau waralaba. Menurut pernyataan Suparno, paling lama kurun waktu 25 bln., modal investor senilai Rp 300 juta sampai Rp 500 juta untuk mengembangkan satu gerai, telah dapat kembali. “Di awal usaha, omzet usaha ini cuma beberapa ratus ribu /hari. Saat ini, ya, telah sama targetlah, ” kata Suparno seperti ditulis Kontan. co. id.
Sembari memainkan telephone genggamnya, Suparno bercerita, “Sejak di SMP saya telah belajar usaha, maklum orang tua saya cuma seorang petani. Pada mulanya, lebih kurang th. 1960-an, bapak saya cuma seorang tenaga kontrak perkebunan, ” cerita Suparno sembari terus tersenyum. Dari SMP sampai SMA, Suparno telah mulai jual beragam hal seperti kue, tempe, hasil bumi, serta kaus.
Sepanjang tinggal di Aceh, Suparno telah jadi pengungsi sampai 2 x yaitu th. 1990 serta 1998. “Pada konflik th. 1998, saya tentukan menetap di Aceh, sesaat orang tua mengungsi ke Binjai, Medan. Saya bertahan lantaran akan kuliah, ” jelas lulusan Tehnik Pertanian Kampus Syiah Kuala Banda Aceh ini.
Berbarengan tujuh orang temannya, dia buka usaha les privat sempoa pada th. 2001. Dengan modal Rp 500. 000 usaha itu sukses menggaet lebih kurang 1. 500 siswa. Tetapi lantaran berselisih dengan rekannya, Suparno lalu meninggalkan usaha les privat itu pada th. 2003.
Suparno banting setir jadi agen asuransi. Profesi itu dilakoninya sepanjang dua th.. Kemudian, Suparno membangun suatu koperasi. Th. 2004 sampai 2005 di Aceh tetap berstatus darurat militer dan keadaan konflik yg menyebabkan ekonomi Aceh terpuruk. Namun, keadaan itu jadi jadi barokah. “Saya menentukan membangun koperasi simpan pinjam untuk menggerakkan ekonomi, ” kata Suparno.
Th. 2006, Suparno lalu mulai membuat semua dokumen untuk membangun koperasi. Saat dokumen siap, tsunami menempa Aceh. Gagasan batal lantaran seluruh warga disibukkan dengan pemulihan Aceh. Namun tidak diduga, terus ada orang yg akan memodali Suparno sebesar Rp 2 miliar untuk membangun koperasi. Suparno mempunyai 2. 000 nasabah, tetapi 95% dari utang nasabah tergolong kredit macet.
Walau demikianlah, dia tak putus harapan serta coba menggerakkan usaha lain. Dia lalu turut waralaba rumah makan ayam bakar dengan modal Rp 50 juta. “Usaha ini cukup sukses. Saya cobalah buka usaha sama dengan nama sendiri. Modal yg saya siapkan Rp 500 juta untuk membangun dua rumah makan, ” kenang dia.
Eh, saat sebelum rumah makan terwujud, duit itu lenyap dikarenakan ditipu temannya. “Saya stres mengagumkan, perlu enam bln. untuk bangkit, ” katanya.
Sungguh malang lantaran Suparno mesti terkena tipu lagi sebesar Rp 15 juta. Saat pingin menjajal usaha mebel lalu dia terkena tipu sampai Rp 1, 3 miliar. Alhasil, Suparno mengingat, sepanjang th. 2007 dia jadi korban penipuan sampai keseluruhan senilai Rp 3 miliar.
Belum cukup, pada th. 2008, Suparno alami kecelakaan yg cukup serius. “Kompletlah apa yg saya rasakan, tertipu, kecelakaan, serta th. 2008 rumah makan dengan sistem waralaba yg saya ikuti itu lalu putus kontrak, ” kenangnya.
Suparno bingung bukan hanya kepalang. Dia telah mempunyai pelanggan namun dia tak dapat memasak ayam bakar seperti yg ia jual sampai kini. “Kalau waralaba kan tak pusing dengan resep. Nah, saat kontrak kerja sama juga dengan waralaba itu habis, bingunglah saya lantaran tidak paham resep sekalipun, ” tutur dia sembari tertawa terlepas.
Namun, Suparno tak putus harapan. Dia mengambil keputusan untuk terus berjualan ayam goreng dengan bumbu yg tetap eksperimen. “Kami minta maaf ke pelanggan lantaran rasa ayam goreng kami belum berkelanjutan, ” katanya. Pada 10 November 2009, Suparno memakai nama Ayam Lepaas sbg bendera usahanya. Bumbu simpel racikan Suparno, nyatanya, memikat lidah banyak pengunjung.
Rencana usaha Ayam Lepaas yg simpel, dari segi menu serta penyajian, malah bikin usaha ini berkembang dengan cepat. “Orang makan itu perlu enak, cepat penyajiannya, serta harga pas di kantong, ” kata bapak dari lima anak ini perihal kunci berhasil Ayam Lepaas.
Pingin menggerakkan panduan berhasil ini???
Untuk jadi berhasil kita tak mesti rasakan kegagalan seperti orang yg kita tiru, namun kita dapat mengambil pelajaran dari mereka yg sudah mengalaminya.
Sumber : eciputra. com