Usaha oleh-oleh tetap menjanjikan. Keunikan product, mutu rasa, serta promosi yg kuat jadi factor pendorong keberhasilan usaha oleh-oleh berbentuk makanan. Tidak hingga 1 tahun, usaha ini juga dapat balik modal.
Makanan yg khas serta unik jadi tentengan harus untuk pelancong yg mendatangi satu daerah spesifik. Untuk daerah sebagai tujuan wisata, baik itu wisata budaya ataupun wisata belanja, ini berarti, kesempatan buka usaha oleh-oleh berbentuk penganan terbuka lebar. Terlebih, satu tahun lebih paling akhir, tingkat ekonomi penduduk Indonesia terus meningkat. Keadaan itu ikut mendorong kekuatan orang untuk berwisata serta berbelanja.
Di kota-kota yang disebut tujuan wisata domestik, seperti Bandung, Bogor, serta Yogyakarta, industri usaha oleh-oleh makin menjamur. Di Yogyakarta, satu tahun lebih lalu, kita cuma bakal temukan toko oleh-oleh di lokasi Malioboro serta sekitarnya. Tetapi dalam tiga th. paling akhir, di selama jalur dari Yogyakarta menuju Solo, yg semula cuma jadi area berderet tukang jualan salak, saat ini menjamur toko oleh-oleh.
Kondisi yg sama berlangsung di Bogor. Awal mulanya, Kota Hujan itu cuma di kenal dengan talas, asinan bogor, atau roti unyil. Tetapi saat ini, bermunculan oleh-oleh khas kota Bogor yg baru, seperti lapis serta bolu memiliki bahan talas, bolu jambu biji, sampai kue labu kuning.
Kota Bogor sebagai andalan lokasi wisata akhir pekan oleh warga Jakarta memanglah buka kesempatan usaha oleh-oleh. Hal semacam itu yg mendorong Julian Noor buka usaha toko oleh-oleh dengan product andalan kue labu kuning bermerek Miss Pumpkin pertengahan Mei lalu.
Di minggu pertama, bolu labu kuning Julian Noor ludes terbeli. “Kapasitas kami baru 300 boks /hari. Saat sebelum jam 3 sore telah habis, ” tutur dia. Satu boks Miss Pumpkin dihargai Rp 35. 000.
Saat KONTAN berkunjung ke gerai Miss Pumpkin di Jalur Raya Pajajaran Bogor, terlihat konsumen rela mengantre. Juga, ada yg rela menanti bolu masak dari panggangan. Menurut pemantauan pengelola Miss Pumpkin, sejatinya keinginan bolu meraih 1. 000 boks /hari. Tetapi mereka baru mampu menghasilkan 300 boks /hari.
Entrepreneur oleh-oleh lain di Bogor yg benar-benar berhasil yaitu Rizka Wahyu Romadhona. Rizka yaitu entrepreneur lapis memiliki bahan talas merk Sangkuriang. Rizka yg mengawali usaha th. 2011 ini, dalam 1 hari, jual 3. 900 boks lapis talas. Harga nya Rp 25. 000 per boks.
Juanda, produsen oleh-oleh keripik pisang memiliki loabel Panda Tirai dari Lampung, juga tidak kalah berhasil. Produksi keripik pisang sejumlah 2, 5 kuintal senantiasa terserap pasar. Alhasil, Juanda yg jual keripiknya seharga Rp 30. 000 sampai Rp 50. 000 per kilogram ini dapat memperoleh omzet Rp 180 juta 1 bulan. Margin laba yg didapat dari usaha ini lebih kurang 30%.
Bagaimana, Anda tertarik menjajal usaha oleh-oleh di daerah Anda tinggal?
Tentukan Bahan Baku
Untuk mengawali usaha oleh-oleh, baiknya, Anda lakukan survey pasar terlebih dulu. Yang butuh dilihat yaitu makanan yg belum banyak di kembangkan namun mempunyai ciri yg dapat jadi jati diri daerah Anda. Bila pingin menghasilkan makanan yg telah banyak di pasaran, baiknya, Anda lakukan inovasi.
Pikirkan juga bahan baku makanan yg bakal Anda produksi. Ambillah perumpamaan Juanda yg menentukan keripik pisang lantaran panen buah itu melimpah di Propinsi Lampung. Terlebih, rata-rata pisang Lampung di kenal berkwalitas baik.
Juga dengan Rizka yg lebih menentukan talas sbg bahan baku produknya. Sampai kini, Bogor benar-benar berlimpah dengan hasil tanaman umbi itu.
Julian menentukan labu kuning atau waluh sbg bahan baku pembuat kuenya, lantaran tak hanya banyak di lebih kurang Bogor, tanaman labu juga tdk mengetahui musim serta tdk gampang busuk. Ya, tanaman labu dapat berbuah setiap saat. Buah ini apabila telah dipetik juga tdk segera busuk. Labu yg telah dipetik dapat disimpan sampai tiga bln., tiada alami pergantian dalam kandungan gizinya.
Pisang, talas, serta labu kuning adalah type tanaman yg tidak kenal musim. Serta yg tidak kalah mutlak, harga nya murah. Juanda memperoleh pisang dengan harga Rp 2. 200 per kilogram dari petani pisang di Lampung. Umumnya, dalam satu kali transaksi pembelian, Juanda memborong lebih kurang 4 ton–5 ton untuk stock produksi sepanjang 1 minggu. Sesaat Miss Pumpkin memperoleh pasokan labu kuning sejumlah 70 kg /hari.
Juanda menjelaskan, satu diantara kunci berhasil usaha oleh-oleh makanan yaitu memaksimalkan hasil bumi yg ada di daerah kita. Tinggal di daerah dengan hasil bumi berlimpah adalah keuntungan. “Karena kita memperoleh bahan baku murah, ” papar dia.
Tetapi, lantaran terkait dengan makanan, Juanda mengingatkan, rasa serta mutu olahan juga memastikan. “Orang datang ke daerah kita telah tahu bahwasanya yg populer yaitu keripik pisang. Jadi, produsen tdk bisa mengecewakan, ” tutur Juanda.
Tenaga Kerja Mudah
Karenanya, ramulah makanan oleh-oleh itu sampai temukan ketekunan rasa yg pas. Rizka mengaku memerlukan saat hinga 1 tahun untuk membuahkan lapis talas dengan rasa seperti saat ini ini.
Untuk menggerakkan usaha ini, Anda dapat memakai tenaga kerja dari beragam golongan. Anda dapat memakai beberapa lulusan SMK jurusan tata boga. “Mereka telah mempunyai keahlian, jadi bila juga mesti diajari bakal gampang menangkap, ” kata Julian yg mempunyai 25 karyawan ini.
Sesaat itu, untuk sisi penjaga gerai serta kasir, Anda dapat memakai beberapa lulusan SMA atau SMK. Juanda dibantu oleh 18 pekerja tiada mesin. Beberapa besar pekerjanya yaitu wanita dari daerahnya sendiri. Dimulai dari sistem pengirisan sampai pengemasan ditangani oleh manusia. Menurut Juanda, hal itu dapat jadi keunggulan produknya.
Adapun Rizka mengaku, tenaga kerja yg direkrutnya mempunyai latar belakang pendidikan yg bermacam. Ada yg lulus S-1, ada juga lulusan SMA, “Ada yg lulusan SMP juga. Seluruh saya rekrut asal mereka ada tekad bekerja. Yang mutlak, kita rajin lakukan pengarahan, ” tutur Rizka.
Jurus Promosi
Terdapat banyak langkah promosi yg dapat kerjakan untuk memperkuat imaji product di penduduk. Julian mengaku memakai media sosial melewati jejaring internet seperti Facebook serta Twitter. “Sebelum product nampak, kami telah mengenalkan logo serta image product, ” tuturnya.
Dengan kiat tersebut, Julian mengaku cukup sukses. Melewati media sosial tersebut banyak yg mulai mempertanyakan kapan product di luncurkan. Akhirnya, waktu di luncurkan tanggal 22 Mei lalu, keinginan Miss Pumpkin membeludak. Banyak peminat kue tersebut yg tidak kebagian. Sampai sekarang ini, Julian tetap bakal memakai satu gerainya sbg jalur pembelian.
Sesaat Rizka mengenalkan produknya dengan langkah rajin ikuti beragam pameran. Untuk sekarang ini, Rizka juga baru lakukan penjualan di tiga gerainya di lokasi Bogor serta melewati 10 reseller-nya.
Baik Julian ataupun Rizka belum memakai sistem titipan di gerai-gerai toko oleh-oleh. Maklum, untuk penuhi pembelian dari konsumen yg datang ke gerai mereka sendiri saja, mereka kewalahan.
Juanda mengenalkan produknya dengan rajin turut pameran. Pameran taraf apa pun ia ikuti. Dari beragam acara tersebut, brosur serta kartu nama Juanda menyebar luas. Juanda menjelaskan, pameran tingkat propinsi serta nasional terbilang paling ampuh untuk memperkenalkan product baru. Maklum, yg datang ke pameran seperti itu yaitu penduduk dari beragam lokasi serta daerah. Di pameran itu juga, entrepreneur oleh-oleh dapat segera mencicipi product yg di tawarkan. “Karena rajin turut pameran kementerian, saya jadi dapat turut pameran hingga Dubai, Beijing, serta Singapura, ” kata dia.
Julian serta Rizka keduanya sama mengaplikasikan sistem pembatasan pembelian pada pelanggannya. Mereka keduanya sama membatasi pembelian optimal tiga boks untuk satu konsumen. Argumennya, agar konsumen lain kebagian. “Kasihan bila mereka telah jauh-jauh ke area kami, namun tdk kebagian, ” jelas Rizka.
Modal Usaha
Keperluan modal usaha pembuatan oleh-oleh memanglah tdk kecil jika dihitung dari aktivitas produksi sampai mempunyai gerai sendiri. Julian mengaku, untuk mengawali usaha, dia merogoh kocek kian lebih Rp 300 juta. Pengeluaran paling besar untuk menyewa area berjualan. “Kalau akan di kenalkan, lokasi penjualan harus strategis, serta sewanya sekalian 1 tahun. Jadi, tdk heran bila mahal sewanya, ” tuturnya.
Untuk sewa gerai berbentuk ruko dua lantai, Julian merogoh kocek Rp 150 juta per th.. Sisa modalnya terpakai untuk beli peralatan produksi, renovasi, promosi, perizinan, serta sewa area produksi. Julian mesti menyewa area produksi lantaran dia tdk mempunyai tempat. Peralatan yg diperlukan diantaranya mikser, peralatan dapur, pencetak, serta alat pemanggang. “Biaya promosi di saat awal besar lantaran butuh membangun brand, ” tuturnya.
Pengeluaran teratur 1 bulan terbesar pasti terdapat di pos belanja bahan pokok serta pembuatan paket. “Tapi, dengan penjualan seperti saat ini, telah dapat balik modal tujuh bln. ke depan, ” tuturnya sumringah.
Sumber : kontan. co. id