Waktu lulus dari tahap Sekolah Menengah Pertama (SMP), Andreas Chaiyadi merantau ke Yogyakarta, ikuti jejak rekan-temannya di Singkawang, untuk menuntut pengetahuan. Keberanian untuk hidup jauh dari orang tua sejak usianya belasan th adalah bekal Andreas untuk mencapai berhasil.
Andreas yaitu orang yang benar-benar gigih. Sambil kuliah, dia jual buku ensiklopedia. “Biar laku, saya bujuk bapak-bapak supaya kurangi rutinitas merokok untuk membelikan buku ensiklopedia buat anaknya, ” papar Andreas.
Tidak lupa, Andreas menargetkan empat orang sebagai target penjualan buku bernilai jutaan itu. “Bertemu dimana saja, masuk ke kantor-kantor, ” kata Andreas yang sempat di tangkap satpam karena berjualan di suatu gedung perkantoran.
Kegigihan ini juga yang ia bawa dalam dunia kerja. Andreas juga sukses mengharumkan namanya untuk tenaga pemasar suatu produsen kotak karton, PT Sarana Kemas Utama. Alhasil, waktu ia keluar dari sana, banyak perusahaan yang menawarinya untuk bekerja di tempatnya. “Bahkan berikan modal bila saya mau buka usaha di bagian paket karton, ” kenang dia.
Tetapi, Andreas malah menampik banyak tawaran itu. Dia menentukan buka usaha sendiri, berbarengan dengan seseorang rekannya, Johanes Djafar. “Karena lihat potensi usaha kotak karton, kami memikirkan, kenapa tak buka usaha ini sendiri, ” cetus Andreas.
Dengan menyetor modal masing-masing Rp 15 juta, Andreas memulai buka kantor di tempat tinggalnya yang ada di lokasi Grogol. Dia merekrut dua orang karyawan untuk menolong.
Pada th pertama, PT Dwi Aneka Kemasindo, perusahaan baru punya Andreas serta Johanes, cuma menggerakkan aktivitas perdagangan. “Kami terima order kotak karton serta memesannya segera ke pabrik, ” papar Andreas. Kotak karton yang dipesan umumnya digunakan untuk mengemas beberapa barang elektronik atau product consumer good dalam jumlah banyak.
Seperti perkiraannya, usaha paket selalu meningkat. Lalu, Andreas menyewa gudang seluas 300 m² di Dadap, Jakarta Barat. Alumni Tehnik Elektro UI ini dapat beli beberapa mesin, seperti mesin potong, mesin lipat serta mesin paku. “Bahan baku lembaran karton tetap dibeli dari pabrik, ” kata dia.
Meraup Untung dari Krismon
Sedari awal, Andreas telah punya mimpi untuk membesarkan usahanya sampai menyamai perusahaan tempat ia sempat bekerja. Untuk mencapai mimpi itu, memanglah, ia mesti lewat beberapa bagian. “Karena bukan datang dari keluarga kaya, modal kami ya terbatas, ” papar bapak empat orang anak ini.
Mencapai th ke-2, lantaran kemampuan telah tidak memenuhi, Andreas memindahkan gudangnya ke daerah Kapuk Peternakan. Dia menyewa gudang seluas 800 m² serta membeli beberapa mesin untuk cetak warna. Waktu itu, jumlah karyawan telah meraih 50 orang.
Pada kurun 1999 sampai 2000, bersamaan dengan krisis moneter, usaha PT. Dwi Aneka Kemasindo malah melesat. “Di satu segi, krismon memanglah dapat bikin perusahaan berhenti, tetapi dapat pula bikin perusahaan lebih bagus, ” kata pria bertubuh subur ini.
Satu diantara keuntungan PT. Dwi Aneka Kemasindo waktu krismon, kata Andreas, dapat menumpuk laba dalam jumlah besar. Menyusutnya keyakinan waktu krismon, bikin banyak pelaku usaha lakukan pembayaran dalam wujud tunai. Di samping itu, entrepreneur juga tidak lagi memikirkan masalah harga, yang utama ada barangnya. Dari keuntungan berlipat inilah, Andreas dapat beli tempat untuk pabrik, seluas 2. 500 m² di Pantai Indah Dadap. Ia juga beli mesin cetak tiga warna tipe automatis.
Lolos dari badai krismon, usaha Andreas pernah terempas oleh banjir Jakarta pada 2001. Banjir besar itu merendam pabrik sampai sepinggang orang dewasa. “Bahan baku satu pabrik habis, seluruhnya mesin terendam, ” kenang Andreas. Mujur, beberapa penyuplai berikan keleluasaan dalam pembayaran. PT. Dwi Aneka Kemasindo juga dapat kembalikan kerugian banjir kurun waktu enam bln.
Pada 2002, Andreas mulai terima order offset printing, berbentuk starter pack dari perusahaan seluler. Pesanan yang selalu berulang dari beberapa clientnya bikin perjalanan usaha stabil. Andreas terbawa dalam zona nyaman. Alhasil Andreas tidak mengerti ada ancaman yang datang. Saat satu diantara client mengalihkan pesanan, Andreas seperti tersadar. “Saya tidak memikirkan ekspansi, ” tuturnya.
Baru pada 2009, Andreas beli pabrik offset printing di Jatake, Tangerang. Lalu, pada 2011 membeli PT Super Kemas Utama, produsen karton lembaran.
Saat ini, dengan beberapa pabrik, paling akhir di buka di Jatiuwung Tangerang, Andreas dapat mengantongi omzet sampai Rp 184 miliar per th. Dari dua orang, saat ini dia mempekerjakan 1. 000 karyawan.
mantaf, saya mau study for this boleh
Saya tertarik dan jika berkenan ikut utk pemasaran wilayah ciayumajakuning….
Hebat keren kalo boleh saya gabung di marketing pt kim nya yang sekarang