Menuntut pengetahuan di negeri orang untuk Muzayyin (31 th.), tidak cuma bergelut dengan buku-buku tidak tipis atau sebatas bergaul di universitas. Mahasiswa jurusan Bhs Inggris di Griffith University, Brisbane, Australia ini juga memakai saat luangnya untuk berwiraswasta, dengan buka Warung Coto Makassar, Lontara Coto Makassar & Culinary, tak jauh dari gedung Opera House, Sydney, Australia.
Muzayyin yg didapati detikFinance di satu diantara kafe Mall Ratu Indah, Makassar, Rabu (22/5/2013), menjelaskan inspirasi buka warung Coto Makassar di Negeri Kanguru ini berawal dari keseringannya menjumpai beberapa orang Indonesia yg bermukim di Australia, yg jumlahnya meraih 4. 000 orang, baik itu mereka yg berstatus pelajar atau dari kelompok pekerja.
” Saya memikirkan, bangsa kita tak bisa sekedar hanya jadi pekerja di negeri orang namun juga mesti dapat mempekerjakan bangsa lain supaya dapat dimaksud bangsa terhormat, motivasi tersebut yg bikin saya buka warung coto di Sydney, ” tutur alumnus Pondok Pesantren Darul Istiqamah, Maccopa, Maros, Sulawesi Selatan ini.
Pria yg saat ini telah mempunyai 3 anak ini, mengaku warungnya, dinamakan Lontara yg di ambil dari sebutan aksara tradisional kampung halamannya, dari Tanah Bugis. Bermodalkan lebih kurang AUD 25. 000 pada 29 April 2013 lalu.
Muzayyin lalu mengajak kawannya, Muhammad Hartawan, satu diantara WNI asal Makassar yg mempunyai sertifikat Chef untuk buka rumah makan yg jual makanan-makanan khas Bugis-Makassar, tak hanya Coto Makassar, seperti Pallubasa, Sop Saudara serta Pallubutung.
Tiap-tiap warga Australia atau bangsa lain yg mencicipi Coto Makassar senilai AUD 9, bukan sekedar nikmati kelezatan kuliner Makassar, tetapi juga disuguhkan cerita serta sejarah-budaya dari negeri asal makanan itu.
” Misi kami bukan hanya sebatas bikin beberapa pelanggan kami jadi kenyang, namun kami juga pingin mengenalkan budaya Bugis-Makassar didunia internasional, warung kami sebenarnya yaitu etalase budaya Bugis-Makassar di Australia, ” papar Muzayyin yg tengah liburan di Makassar.
Muzayyin memberikan, kekayaan budaya kuliner nusantara sampai kini tak digunakan oleh bangsa kita sendiri untuk mengenalkan budayanya didunia internasional. Tak seperti dengan apa yg dikerjakan oleh bangsa-bangsa lain, yg mempunyai budaya kuliner seperti Chinese Food atau Japanese Food yg namanya masyhur di mana-mana.
Saat sebelum mengambil keputusan pindah ke Australia, putra pimpinan pesantren Darul Istiqamah ini telah mulai menekuni didunia entrepreneurship dari th. 2003, dengan mengambil keputusan berhenti kuliah dari universitas LIPIA, Jakarta, lalu mengawali usaha mainan anak-anak serta peci yg dijual di sebagian kota.
Keputusannya berhenti kuliah pernah memupuskan harapan orangtuanya, yg inginkan Muzayyin usai di LIPIA serta memimpin pondok pesantren yayasan warisan kakeknya.
” Tanggung jawab kita sbg muslim yaitu melepas umat dari ketidakberdayaan dari persoalan ekonomi, bukan hanya sekedar hanya mengajari mengaji, namun menghindari umat dari kemiskinan, lantaran kefakiran itu benar-benar dekat dengan kekafiran, ” tandas Muzayyin.
Sumber : Detik. com